MAKNA SUNAT
DALAM PERSPEKTIF ALKITAB
DAN RELEVANSINYA
DALAM KEHIDUPAN
ORANG PERCAYA
MASA KINI
PENDAHULUAN
Sebagian besar manusia
pasti sudah mengenal istilah sunat, baik yang beragama Kristen maupun non-Kristen.
Sunat menandai gerakan yang penuh kasih karunia dari Allah menuju manusia.4 Kejadian 17 merupakan pedoman awal
dalam Alkitab yang menceritakan asal mula sunat sebagai tanda perjanjian Allah
dengan Abraham.5 Sunat bagi Israel adalah wujud dari tanda
rohani sebagai umat pilihan, kemudian menjadi identitas kebangsaan. Sunat
menjelmakan, menerapkan janji, dan menghimbau orang untuk hidup dalam ketaatan
sesuai perjanjian.6 Perjalanan sejarah
Israel sebagian mereka memiliki pemahaman, bahwa sunat yang dilakukan oleh
tangan manusia mampu menempatkan seseorang dalam hubungan yang benar dengan
Allah.7 Oleh sebab itu sunat Israel yang dilakukan
secara lahiriah ini dipahami sebagian orang sebagai sarana keselamatan dan
sesuatu yang harus tetap dilakukan. Hal ini juga terdapat pada beberapa orang
Kristen Yahudi di Galatia yang mengharuskan orang-orang yang bukan Yahudi untuk
bersunat. Dengan keras Rasul Paulus menentangnya, “Jikalau kamu menyunatkan
dirimu (sunat fisik), Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu” Gal. 5:2).8 Demikianlah ditegaskan bahwa sunat
fisik tidak memiliki peran dalam memperoleh keselamatan, sehingga dalam
penelitian ini penulis ingin mengetahui makna sunat yang dipaparkan dalam
pandangan Alkitab secara keseluruhan, sehingga dapat memberikan pengertian
dengan benar terkait persoalan sunat bagi orang percaya.
Metode yang dipakai
adalah metode kajian deskriptif kualitatif, yaitu memaparkan dan mengkaji serta
menelaah peristiwa-peristiwa yang aktual terjadi masa kini, dilakukan secara
sistematik dan lebih menekankan pada fakta yang konkret dan faktual. Teknik
penjaringan data berdasarkan analisis buku-buku kepustakaan. Kepustakaan yang
dipergunakan ada dua sumber yaitu: sumber primer (utama) dan sumber sekunder.
Sumber primer yang dipakai dalam skripsi
ini adalah Alkitab yang menjadi tolok ukur untuk mengkaji setiap
pengajaran dan memperjelas pandangan dengan benar. Sumber sekunder, yaitu
buku-buku teologi dan jurnal teologi yang berkaitan dengan sunat.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sunat dalam Perjanjian Lama merupakan tanda perjanjian Allah
dengan Abraham dan keturunannya (Kej. 17:10). Bagi orang Yahudi sunat merupakan
cara yang bernilai sangat tinggi, ketika seorang anak laki-laki dikukuhkan ke
dalam perjanjian Abraham, dengan umur delapan hari setelah kelahiran (Im.12:3).9 Perjanjian sunat ini menjadi pegangan
Abraham dan generasi berikutnya dalam menyatakan ketaatan mereka kepada Allah.
Namun telah disebutkan bagian sebelumnya bahwa dalam perjalanan sejarah Israel
sebagian mereka memiliki pemahaman, bahwa sunat yang dilakukan oleh tangan
manusia mampu menempatkan seseorang dalam hubungan yang benar dengan
Allah. Dengan demikian orang-orang
Yahudi mengutamakan sunat secara fisik sehingga mereka kemudian mengabaikan hal
yang rohani. Namun dalam Perjanjian Baru, Rasul
Paulus menegaskan bahwa yang terpenting adalah sunat yang dikerjakan
oleh Allah dalam Kristus yang memberikan pembenaran dan keselamatan kekal bukan
pada perlakuan manusia (secara lahiriah) melainkan karena kasih karunia Allah
dalam Tuhan Yesus Kristus. Demikianlah orang percaya diselamatkan hanya karena
kasih karunia Allah bukan karena menjalankan hukum Taurat (Ef. 2:8-9).
Dalam Alkitab dinyatakan
bahwa “Kristus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat tetapi menggenapinya”
(Mat.5:17-18). Maksud Kristus ialah agar tuntutan rohani hukum Allah dapat
dilaksanakan di dalam kehidupan para pengikut-Nya (Rm. 3:31; 8:4). Artinya,
Kristus tidak menghancurkan ketetapan yang datang dari Allah tetapi menggenapinya.11 Dengan demikian orang peraya memiliki
hubungan dengan hukum Allah, meliputi hal-hal yang perlu ditaati atas
prinsip-prinsip etis dan moral di Perjanjian Lama (Mat. 7:12; 22:36-40; Rm.
3:31; Gal. 5:14), dan ajaran Kristus serta para rasul di Perjanjian Baru (Mat.
28:20; 1Kor 7:19; 9:21; Gal. 6:2). Hukum-hukum ini menyatakan tabiat dan kehendak
Allah bagi semua orang dan masih berlaku hingga saat ini. Hukum Perjanjian Lama
yang langsung menyangkut bangsa Israel, seperti di bidang persembahan kurban,
upacara agama, hubungan sosial dan sipil, kini tidak mengikat lagi (Ibr.
10:1-4; Im. 1:2-3; 24:10). Orang percaya tidak boleh memandang hukum Taurat
sebagai suatu sistem perintah resmi yang perlu ditaati agar memperoleh
pengampunan atau keselamatan (Gal. 2:16,19). Sebaliknya, hukum Taurat hendaknya
dilihat sebagai panduan moral bagi orang percaya yang sudah diselamatkan dan
yang dengan menaatinya menunjukkan kehidupan Kristus yang ada di dalam diri
orang-orang percaya (Rm. 6:15-22).
Penggenapan akan janji
Allah dalam Kristus dan iman orang percaya kepada-Nya mengubah simbolisme
tentang sunat yang merupakan suatu ritual lahiriah menjadi tanda utama seorang
pemelihara perjanjian dalam ketaatan akan Hukum Kristus. Iman kepada Kristus merupakan titik tolak untuk
menggenapi hukum Taurat. Melalui iman kepada Kristus, Allah menjadi Bapa
pribadi orang percaya (Yoh 1:12). Oleh karena itu, ketaatan sebagai orang
percaya bukan sekedar ketaatan kepada Allah sebagai pemberi hukum yang
berdaulat, namun lebih selaku anak kepada Bapanya (Gal 4:6). Demikianlah,
ketaatan yang dikerjakan terhadap hukum Allah harus disertai perubahan dalam
hati pribadi orang percaya dalam karya Allah yang dinyatakan dalam Yesus
Kristus (Mat. 5:21-28). Sunat merupakan tanda pada diri seseorang yang percaya
akan Kristus bukan terletak pada pengirisan daging, melainkan pada penanggalan
dari cara hidup yang melawan kehendak Allah.
Tuhan Yesus menekankan
dimensi spiritual dari “sunat” seperti yang sebelumnya telah diajarkan kepada
orang Israel, bahwa yang terlebih utama adalah sunat hati atau rohani (Ul
10:16, 30:6; Yer 4:4, 9:25-26). Telah dipaparkan sebelumnya bahwa yang
terpenting bukan sunat secara lahiriah melainkan sunat Kristus yaitu hidup yang
telah dilepaskan dari kuasa dosa dan hati yang baru serta ketaatan akan hukum
Kristus. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa yang terpenting bukan apa yang terlihat
dari luar, tetapi yang ada di dalam hati, bukan menerapkan hukum supaya
terlihat baik dari luar, namun agar orang percaya melakukan keadilan, belas
kasihan dan kesetiaan (Mat. 23:5, 23).
Paulus tegas menyatakan
bahwa dalam Kristus orang percaya telah disunat, yaitu dengan penanggalan akan
tubuh yang berdosa, karena dengan Dia orang percaya dikuburkan dalam baptisan,
dan di dalam Dia orang percaya turut dibangkitkan juga oleh kepercayaan kepada
kerja kuasa Allah, yaitu Allah yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang
mati (Rm. 6:5; Kol. 2:11-12). Demikianlah sunat yang dimaksudkan Rasul Paulus
dalam Perjanjian Baru adalah sunat hati, yaitu pengampunan dosa yang
dilaksanakan dengan penumpahan darah oleh Kristus. Hati yang sudah disunat
yaitu hati yang baru, memungkinkan orang percaya hidup sesuai dengan kehendak
dan hukum-hukum Kristus yaitu senantiasa hidup memuliakan Allah. Dengan demikian
sunat hati (rohani) sangat relevan bagi orang percaya masa kini.
Paulus menggambarkan
pekerjaan Yesus Kristus sebagai “pelayanan pendamaian” (2 Kor. 5:18), dan
Injil-Nya sebagai “berita pendamaian” (2 Kor. 5:19). Semua ini dari Allah, yang
dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan orang percaya dengan diri-Nya, apa
yang telah dikerjakan Yesus sebagai manusia dalam kematian-Nya di kayu salib,
bersumber dari pikiran dan hati Tuhan yang kekal.12 Karya penyelamatan dan pendamaian yang dikerjakan oleh Allah
melalui pengorbanan Kristus di kayu salib menjadikan orang percaya beriman
kepada Kristus, maka manusia dapat percaya akan kasih karunia Allah (Rm. 5:21),
karena Roh Kudus yang mendiami pribadi orang yang percaya (Rm. 8:13; Gal.
3:5,14), sehingga memiliki dorongan batiniah dan kuasa untuk menaati hukum
Allah (Rm. 16:25-26; Ibr. 10:16). Orang percaya menggenapi hukum Allah dengan
hidup percaya kepada Kristus dan sesuai pimpinan Roh Kudus (Rm. 8:4-14). Roh
Kudus membantu pribadi seseorang yang telah percaya untuk mampu mematikan
perbuatan daging dan menggenapi kehendak Allah dan menjadi hidup baru (Rm.
8:13).
Para Rasul mengajar
berdasarkan pengajaran Tuhan Yesus sendiri, bahwa yang terpenting adalah sunat
rohani, dan bukanlah sunat fisik. Akibat dari sunat rohani, yaitu akibat dari
iman akan Yesus Kristus, seseorang diselamatkan bukan karena memenuhi hukum
sunat lahiriah menurut hukum Taurat, tetapi oleh iman kepada Kristus. Rasul
Paulus mengajarkan, bahwa “tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan
hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Tuhan Yesus Kristus” (Gal
2:16).
Perintah yang menuntut
ketaatan penuh kepada Allah dimulai dengan pelaksanaan hukum bagi Israel (Ul. 12-22). Kasih akan Allah
adalah titik pusat jawaban Israel terhadap Allah. Jawaban Israel ialah menepati
upacara-upacara yang mereka terima dari nenek moyang mereka, antara lain
upacara sunat. Pelaksanaan sunat yang
dilakukan oleh umat Israel masa Perjanjian Lama menyatakan akan ketaatan mereka
kepada Allah sebagai umat pilihan.
Penyunatan itu menyatakan tanda umat Israel menjadi anggota sebagai
jemaat, yaitu suatu syarat mutlak untuk keanggotaan di dalam jemaat Yahudi.
Sunat bagi umat pilihan masa Perjanjian Lama “mengikat” mereka untuk hidup
taat. Adapun penerapan akan makna sunat dalam Perjanjian Lama yaitu dengan
mentaati suara Tuhan dan melakukan perintah-perintah Allah dalam situasi yang
dialami pada zaman itu. Perintah untuk hidup taat selalu diberitakan sepanjang
Alkitab.
Menurut Alkitab, Allah
menuntut, bahwa wahyu-Nya diindahkan sebagai aturan untuk hidup manusia
seutuhnya. Ketaatan kepada Allah mencakup keseluruhan agama secara Alkitabiah
dan moralitas. Alkitab menekankan dengan sangat jelas, bahwa perbuatan luar
untuk menghormati Allah sekali-kali tidak mengimbangi kepatuhan dalam hati yang
menghasilkan kelakuan ketaatan kepada Allah (1 Sam. 15:22; Yer. 7:22).
Demikianlah kepatuhan dari dalam hati dan kelakuan ketaatan kepada Allah
membuahkan keadilan dan kebenaran yang mutlak.13
Keadilan dan kebenaran merupakan buah keselamatan, terkait langsung dengan
dampak kehadiran kerajaan Allah, hal-hal itu tidak dapat dipisahkan. Kesadaran
tentang ketaatan lahiriah melalui tindakan sunat tidak menyatakan ketaatan
dalam hati, sehingga “tidak bersunat hati" akan menyebabkan hilangnya
berkat perjanjian yang terdapat dalam pesan kitab Pentateukh (Ul. 10:16; Im.
26:41).
Dalam Perjanjian Baru
ditegaskan bahwa tanpa ketaatan, sunat adalah omong kosong (Rm. 2:25-29). Tanda
lahiriah pudar tanpa arti jika dibandingkan dengan mentaati perintah-perintah
Allah (1 Kor. 7:18-19) dan orang-orang yang ada di dalam Kristus, bersunat atau
tidak bersunat tidak mempunyai arti apapun, hanya iman yang bekerja oleh kasih
(Gal. 5:6), sehingga menjadi ciptaan baru (Gal. 6:15). Sejauh tanda lahiriah
itu mengungkapkan keselamatan karena perbuatan-perbuatan hukum, orang Kristen
harus menghindarinya (Gal. 5:2), namun dalam arti batiniah orang Kristen
memerlukannya, karena yang terpenting adalah hati yang baru dalam Kristus
sehingga memiliki kelemahlembutan dan belas kasihan dalam hidup berkomunitas
(Kol. 2:13; Yes. 52:1). Setelah dibebaskan
dari kuasa dosa kini orang percaya menjadi hamba kepada Allah (Rm. 6:18-22),
orang percaya mengikuti prinsip "iman" dengan hidup "di bawah
hukum Kristus" (1Kor. 9:21). Dengan demikian, orang percaya menggenapi
hukum Kristus (Gal. 6:2) dan dengan sendirinya setia kepada tuntutan hukum
Taurat. Kesetiaan ini bukan untuk keselamatan melainkan sebagai dampak dari
hidup yang telah diselamatkan (Rm. 7:4; 8:4; Gal. 3:19; 5:16-25). Yesus dengan
tegas mengajarkan bahwa melakukan kehendak Bapa-Nya di Sorga akan tetap
merupakan suatu syarat untuk memasuki Kerajaan Sorga (Mat. 7:21).
Paulus sangat
menekankan bahwa Kristus memerdekakan orang percaya dari kuasa dosa (Rm.
6:18-23). Kemerdekaan dalam Kristus meliputi: kemerdekaan dari hukum Taurat
(Gal. 5:1; Rm. 6:14; 7:5-13; 8:2; 1 Kor. 15:56), kemerdekaan dari kuasa
kegelapan (Kol.1:13) dan kemerdekaan dari kepercayaan akan tahyul atau pada
ilah-ilah dunia (1 Kor. 10:29; Gal. 4:8). Terhadap semuanya ini Paulus
menegaskan, kemerdekaan dari ikatan kuasa dosa yang telah berakar dalam diri
manusia (Rm. 7:14,23) dan dari kerusakan jasmani, serta kematian, pasti akan
diberikan dan ditambahkan serta diperoleh pada waktunya (Rm. 8:18-21). Kemerdekaan dalam Kristus, yang oleh
kematian-Nya telah membayar lunas dan memberi pembebasan pada umat-Nya dari
perhambaan kuasa dosa (1 Kor. 6:20; 7:22). Kemerdekaan dari hukum, kemerdekaan
dari dosa, dan dari kematian disampaikan kepada orang percaya, oleh Roh yang
mempersatukan dengan Kristus melalui iman (Rm. 8:2; 2 Kor. 8:17). Kemerdekaan
oleh Kristus membawa pengangkatan orang-orang percaya menjadi anak-anak Allah
dan menerima Roh Kudus yang memberikan jaminan bahwa orang percaya adalah sungguh-sungguh
anak Allah dan pewaris dalam kerajaan Allah (Gal. 4:6; Rm. 8:5).
Rasul Paulus tidak
terpaku kepada peraturan dan hukum keagamaan yang berlaku, melainkan kepada
kasih karunia keselamatan di dalam Kristus. Pengorbanan Kristus di kayu salib
telah sempurna dan tidak perlu ada peraturan atau ritual apapun untuk membawa
kepada kasih karunia Allah, melainkan kepada penerimaan akan Kristus dan
menjadi milik Kristus, serta hidup di dalam Kristus, itulah yang membawa kepada
keselamatan dan hidup dalam kasih karunia yaitu keselamatan kekal yang hanya di
dalam Allah. Demikianlah, kehidupan orang percaya berada di bawah Perjanjian
Baru dalam Yesus Kristus dan pengandalan akan otoritas Kristus menunjukkan
bahwa nyata sunat yang sejati adalah ketika hati telah mengalami pembaharuan
yaitu jiwa manusia bangkit bersama Kristus dalam baptisan Roh Kudus, bukan
bagian tubuhnya yang dipenggal, melainkan seluruh dirinya yang berdosa yang
dihancurkan dan ia dipenuhi oleh suatu hidup yang baru dan kesucian Allah.
KESIMPULAN
Hasil kajian ini
memproklamasikan bahwa: Pertama, sunat
memperlihatkan betapa pentingnya hidup yang taat dan mau mendengar akan
perintah Allah dengan benar. Kedua,
sunat menyatakan akan kasih karunia Allah yang kekal. Oleh sebab itu sunat
orang percaya adalah sunat yang dikerjakan oleh Allah dalam Kristus Yesus yang
memampukan untuk menanggalkan manusia duniawi yaitu tubuh yang berdosa menjadi
manusia yang lahir baru sehingga hidup dalam kehendak dan rencana Allah serta
hidup dalam kasih karunia yang menyelamatkan. Ketiga, bagi orang percaya masa kini sunat lahiriah tidak relevan
untuk dilakukan jika dipahami sebagai sarana keselamatan atau disamakan dengan
kasih karunia keselamatan yang Allah berikan dalam Yesus Kristus. Sunat yang
dimiliki oleh orang percaya adalah sunat Kristus yaitu sunat yang mengubah
kehidupan menjadi merdeka dari belenggu dosa yang membinasakan. Keempat, sunat hati yang dikerjakan oleh
Allah dalam Tuhan Yesus sangat relevan dan harus diterapkan serta dimiliki oleh
orang percaya sepanjang zaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Barclay,
William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari
Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Hadiwijono,
Harun. Iman Kristen. Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia,2009.
Hendry,
Matthew. Tafsiran Injil Matius 1-14.
Surabaya: Momentum, 2007.
Motyer,
J. A. “Sunat”, Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini Jilid II. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.
Packer,
J. I. “Taat, Menaati”, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2011.
Soedarmo,
R. Kamus Istilah Teologi. Jakarta :
PT BPK Gunung Mulia, 2002.
Stott,
John R.W. Kedaulatan dan Karya Kristus.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1991), 76.
“Sunat dalam Pandangan Kristiani Galatia
5:1-12”. (April 2008), www. Blog Suara Injili. Com. diunduh 16 September 2013.
[1]
Alumnus PS Teologi STT SAPPI, 2 dan 3 Dosen PS Teologi
STT SAPPI Ciranjang, Cianjur, Indonesia, e-mail: sttsappi@gmail.com
4 J. A Motyer, “Sunat”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid
II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 426.
5 R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi (Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia, 2002), 90.
6 “Sunat dalam Pandangan Kristiani
Galatia 5:1-12” (April 2008), www. Blog Suara Injili. Com (diunduh 16 September
2013).
7 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat Filipi,
Kolose, 1 dan 2 Tesalonika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 211.
8 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta : PT BPK Gunung
Mulia,2009), 437.
9 W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta : PT BPK Gunung
Mulia, 2012), 424.
11 Matthew Hendry, Tafsiran Injil Matius 1-14 ( Surabaya:
Momentum, 2007), 181.
12
John R.W. Stott, Kedaulatan dan
Karya Kristus (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1991), 76.
13 J. I Packer, “ Taat, Menaati”, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2011), 433.