Rabu, 08 Oktober 2014

SUNAT HATI



MAKNA SUNAT DALAM PERSPEKTIF ALKITAB
DAN RELEVANSINYA DALAM KEHIDUPAN
ORANG PERCAYA MASA KINI

PENDAHULUAN
Sebagian besar manusia pasti sudah mengenal istilah sunat, baik yang beragama Kristen maupun non-Kristen. Sunat menandai gerakan yang penuh kasih karunia dari Allah menuju manusia.4 Kejadian 17 merupakan pedoman awal dalam Alkitab yang menceritakan asal mula sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham.5  Sunat bagi Israel adalah wujud dari tanda rohani sebagai umat pilihan, kemudian menjadi identitas kebangsaan. Sunat menjelmakan, menerapkan janji, dan menghimbau orang untuk hidup dalam ketaatan sesuai perjanjian.6 Perjalanan sejarah Israel sebagian mereka memiliki pemahaman, bahwa sunat yang dilakukan oleh tangan manusia mampu menempatkan seseorang dalam hubungan yang benar dengan Allah.7 Oleh sebab itu sunat Israel yang dilakukan secara lahiriah ini dipahami sebagian orang sebagai sarana keselamatan dan sesuatu yang harus tetap dilakukan. Hal ini juga terdapat pada beberapa orang Kristen Yahudi di Galatia yang mengharuskan orang-orang yang bukan Yahudi untuk bersunat. Dengan keras Rasul Paulus menentangnya, “Jikalau kamu menyunatkan dirimu (sunat fisik), Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu” Gal. 5:2).8 Demikianlah ditegaskan bahwa sunat fisik tidak memiliki peran dalam memperoleh keselamatan, sehingga dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui makna sunat yang dipaparkan dalam pandangan Alkitab secara keseluruhan, sehingga dapat memberikan pengertian dengan benar terkait persoalan sunat bagi orang percaya.
Metode yang dipakai adalah metode kajian deskriptif kualitatif, yaitu memaparkan dan mengkaji serta menelaah peristiwa-peristiwa yang aktual terjadi masa kini, dilakukan secara sistematik dan lebih menekankan pada fakta yang konkret dan faktual. Teknik penjaringan data berdasarkan analisis buku-buku kepustakaan. Kepustakaan yang dipergunakan ada dua sumber yaitu: sumber primer (utama) dan sumber sekunder. Sumber primer yang dipakai dalam skripsi  ini adalah Alkitab yang menjadi tolok ukur untuk mengkaji setiap pengajaran dan memperjelas pandangan dengan benar. Sumber sekunder, yaitu buku-buku teologi dan jurnal teologi yang berkaitan dengan sunat.

 PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sunat dalam Perjanjian Lama merupakan tanda perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya (Kej. 17:10). Bagi orang Yahudi sunat merupakan cara yang bernilai sangat tinggi, ketika seorang anak laki-laki dikukuhkan ke dalam perjanjian Abraham, dengan umur delapan hari setelah kelahiran (Im.12:3).9 Perjanjian sunat ini menjadi pegangan Abraham dan generasi berikutnya dalam menyatakan ketaatan mereka kepada Allah. Namun telah disebutkan bagian sebelumnya bahwa dalam perjalanan sejarah Israel sebagian mereka memiliki pemahaman, bahwa sunat yang dilakukan oleh tangan manusia mampu menempatkan seseorang dalam hubungan yang benar dengan Allah.  Dengan demikian orang-orang Yahudi mengutamakan sunat secara fisik sehingga mereka kemudian mengabaikan hal yang rohani. Namun dalam Perjanjian Baru, Rasul  Paulus menegaskan bahwa yang terpenting adalah sunat yang dikerjakan oleh Allah dalam Kristus yang memberikan pembenaran dan keselamatan kekal bukan pada perlakuan manusia (secara lahiriah) melainkan karena kasih karunia Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Demikianlah orang percaya diselamatkan hanya karena kasih karunia Allah bukan karena menjalankan hukum Taurat (Ef. 2:8-9).
Dalam Alkitab dinyatakan bahwa “Kristus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat tetapi menggenapinya” (Mat.5:17-18). Maksud Kristus ialah agar tuntutan rohani hukum Allah dapat dilaksanakan di dalam kehidupan para pengikut-Nya (Rm. 3:31; 8:4). Artinya, Kristus tidak menghancurkan ketetapan yang datang dari Allah tetapi menggenapinya.11 Dengan demikian orang peraya memiliki hubungan dengan hukum Allah, meliputi hal-hal yang perlu ditaati atas prinsip-prinsip etis dan moral di Perjanjian Lama (Mat. 7:12; 22:36-40; Rm. 3:31; Gal. 5:14), dan ajaran Kristus serta para rasul di Perjanjian Baru (Mat. 28:20; 1Kor 7:19; 9:21; Gal. 6:2). Hukum-hukum ini menyatakan tabiat dan kehendak Allah bagi semua orang dan masih berlaku hingga saat ini. Hukum Perjanjian Lama yang langsung menyangkut bangsa Israel, seperti di bidang persembahan kurban, upacara agama, hubungan sosial dan sipil, kini tidak mengikat lagi (Ibr. 10:1-4; Im. 1:2-3; 24:10). Orang percaya tidak boleh memandang hukum Taurat sebagai suatu sistem perintah resmi yang perlu ditaati agar memperoleh pengampunan atau keselamatan (Gal. 2:16,19). Sebaliknya, hukum Taurat hendaknya dilihat sebagai panduan moral bagi orang percaya yang sudah diselamatkan dan yang dengan menaatinya menunjukkan kehidupan Kristus yang ada di dalam diri orang-orang percaya (Rm. 6:15-22).
Penggenapan akan janji Allah dalam Kristus dan iman orang percaya kepada-Nya mengubah simbolisme tentang sunat yang merupakan suatu ritual lahiriah menjadi tanda utama seorang pemelihara perjanjian dalam ketaatan akan Hukum Kristus. Iman  kepada Kristus merupakan titik tolak untuk menggenapi hukum Taurat. Melalui iman kepada Kristus, Allah menjadi Bapa pribadi orang percaya (Yoh 1:12). Oleh karena itu, ketaatan sebagai orang percaya bukan sekedar ketaatan kepada Allah sebagai pemberi hukum yang berdaulat, namun lebih selaku anak kepada Bapanya (Gal 4:6). Demikianlah, ketaatan yang dikerjakan terhadap hukum Allah harus disertai perubahan dalam hati pribadi orang percaya dalam karya Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus (Mat. 5:21-28). Sunat merupakan tanda pada diri seseorang yang percaya akan Kristus bukan terletak pada pengirisan daging, melainkan pada penanggalan dari cara hidup yang melawan kehendak Allah.
Tuhan Yesus menekankan dimensi spiritual dari “sunat” seperti yang sebelumnya telah diajarkan kepada orang Israel, bahwa yang terlebih utama adalah sunat hati atau rohani (Ul 10:16, 30:6; Yer 4:4, 9:25-26). Telah dipaparkan sebelumnya bahwa yang terpenting bukan sunat secara lahiriah melainkan sunat Kristus yaitu hidup yang telah dilepaskan dari kuasa dosa dan hati yang baru serta ketaatan akan hukum Kristus. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa yang terpenting bukan apa yang terlihat dari luar, tetapi yang ada di dalam hati, bukan menerapkan hukum supaya terlihat baik dari luar, namun agar orang percaya melakukan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (Mat. 23:5, 23).
Paulus tegas menyatakan bahwa dalam Kristus orang percaya telah disunat, yaitu dengan penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia orang percaya dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia orang percaya turut dibangkitkan juga oleh kepercayaan kepada kerja kuasa Allah, yaitu Allah yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati (Rm. 6:5; Kol. 2:11-12). Demikianlah sunat yang dimaksudkan Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru adalah sunat hati, yaitu pengampunan dosa yang dilaksanakan dengan penumpahan darah oleh Kristus. Hati yang sudah disunat yaitu hati yang baru, memungkinkan orang percaya hidup sesuai dengan kehendak dan hukum-hukum Kristus yaitu senantiasa hidup memuliakan Allah. Dengan demikian sunat hati (rohani) sangat relevan bagi orang percaya masa kini.
Paulus menggambarkan pekerjaan Yesus Kristus sebagai “pelayanan pendamaian” (2 Kor. 5:18), dan Injil-Nya sebagai “berita pendamaian” (2 Kor. 5:19). Semua ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan orang percaya dengan diri-Nya, apa yang telah dikerjakan Yesus sebagai manusia dalam kematian-Nya di kayu salib, bersumber dari pikiran dan hati Tuhan yang kekal.12 Karya penyelamatan  dan pendamaian yang dikerjakan oleh Allah melalui pengorbanan Kristus di kayu salib menjadikan orang percaya beriman kepada Kristus, maka manusia dapat percaya akan kasih karunia Allah (Rm. 5:21), karena Roh Kudus yang mendiami pribadi orang yang percaya (Rm. 8:13; Gal. 3:5,14), sehingga memiliki dorongan batiniah dan kuasa untuk menaati hukum Allah (Rm. 16:25-26; Ibr. 10:16). Orang percaya menggenapi hukum Allah dengan hidup percaya kepada Kristus dan sesuai pimpinan Roh Kudus (Rm. 8:4-14). Roh Kudus membantu pribadi seseorang yang telah percaya untuk mampu mematikan perbuatan daging dan menggenapi kehendak Allah dan menjadi hidup baru (Rm. 8:13).
Para Rasul mengajar berdasarkan pengajaran Tuhan Yesus sendiri, bahwa yang terpenting adalah sunat rohani, dan bukanlah sunat fisik. Akibat dari sunat rohani, yaitu akibat dari iman akan Yesus Kristus, seseorang diselamatkan bukan karena memenuhi hukum sunat lahiriah menurut hukum Taurat, tetapi oleh iman kepada Kristus. Rasul Paulus mengajarkan, bahwa “tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Tuhan Yesus Kristus” (Gal 2:16).
Perintah yang menuntut ketaatan penuh kepada Allah dimulai dengan pelaksanaan hukum  bagi Israel (Ul. 12-22). Kasih akan Allah adalah titik pusat jawaban Israel terhadap Allah. Jawaban Israel ialah menepati upacara-upacara yang mereka terima dari nenek moyang mereka, antara lain upacara sunat.  Pelaksanaan sunat yang dilakukan oleh umat Israel masa Perjanjian Lama menyatakan akan ketaatan mereka kepada Allah sebagai umat pilihan.  Penyunatan itu menyatakan tanda umat Israel menjadi anggota sebagai jemaat, yaitu suatu syarat mutlak untuk keanggotaan di dalam jemaat Yahudi. Sunat bagi umat pilihan masa Perjanjian Lama “mengikat” mereka untuk hidup taat. Adapun penerapan akan makna sunat dalam Perjanjian Lama yaitu dengan mentaati suara Tuhan dan melakukan perintah-perintah Allah dalam situasi yang dialami pada zaman itu. Perintah untuk hidup taat selalu diberitakan sepanjang Alkitab.
Menurut Alkitab, Allah menuntut, bahwa wahyu-Nya diindahkan sebagai aturan untuk hidup manusia seutuhnya. Ketaatan kepada Allah mencakup keseluruhan agama secara Alkitabiah dan moralitas. Alkitab menekankan dengan sangat jelas, bahwa perbuatan luar untuk menghormati Allah sekali-kali tidak mengimbangi kepatuhan dalam hati yang menghasilkan kelakuan ketaatan kepada Allah (1 Sam. 15:22; Yer. 7:22). Demikianlah kepatuhan dari dalam hati dan kelakuan ketaatan kepada Allah membuahkan keadilan dan kebenaran yang mutlak.13 Keadilan dan kebenaran merupakan buah keselamatan, terkait langsung dengan dampak kehadiran kerajaan Allah, hal-hal itu tidak dapat dipisahkan. Kesadaran tentang ketaatan lahiriah melalui tindakan sunat tidak menyatakan ketaatan dalam hati, sehingga “tidak bersunat hati" akan menyebabkan hilangnya berkat perjanjian yang terdapat dalam pesan kitab Pentateukh (Ul. 10:16; Im. 26:41).
Dalam Perjanjian Baru ditegaskan bahwa tanpa ketaatan, sunat adalah omong kosong (Rm. 2:25-29). Tanda lahiriah pudar tanpa arti jika dibandingkan dengan mentaati perintah-perintah Allah (1 Kor. 7:18-19) dan orang-orang yang ada di dalam Kristus, bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai arti apapun, hanya iman yang bekerja oleh kasih (Gal. 5:6), sehingga menjadi ciptaan baru (Gal. 6:15). Sejauh tanda lahiriah itu mengungkapkan keselamatan karena perbuatan-perbuatan hukum, orang Kristen harus menghindarinya (Gal. 5:2), namun dalam arti batiniah orang Kristen memerlukannya, karena yang terpenting adalah hati yang baru dalam Kristus sehingga memiliki kelemahlembutan dan belas kasihan dalam hidup berkomunitas (Kol. 2:13; Yes. 52:1).  Setelah dibebaskan dari kuasa dosa kini orang percaya menjadi hamba kepada Allah (Rm. 6:18-22), orang percaya mengikuti prinsip "iman" dengan hidup "di bawah hukum Kristus" (1Kor. 9:21). Dengan demikian, orang percaya menggenapi hukum Kristus (Gal. 6:2) dan dengan sendirinya setia kepada tuntutan hukum Taurat. Kesetiaan ini bukan untuk keselamatan melainkan sebagai dampak dari hidup yang telah diselamatkan (Rm. 7:4; 8:4; Gal. 3:19; 5:16-25). Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa melakukan kehendak Bapa-Nya di Sorga akan tetap merupakan suatu syarat untuk memasuki Kerajaan Sorga (Mat. 7:21).
Paulus sangat menekankan bahwa Kristus memerdekakan orang percaya dari kuasa dosa (Rm. 6:18-23). Kemerdekaan dalam Kristus meliputi: kemerdekaan dari hukum Taurat (Gal. 5:1; Rm. 6:14; 7:5-13; 8:2; 1 Kor. 15:56), kemerdekaan dari kuasa kegelapan (Kol.1:13) dan kemerdekaan dari kepercayaan akan tahyul atau pada ilah-ilah dunia (1 Kor. 10:29; Gal. 4:8). Terhadap semuanya ini Paulus menegaskan, kemerdekaan dari ikatan kuasa dosa yang telah berakar dalam diri manusia (Rm. 7:14,23) dan dari kerusakan jasmani, serta kematian, pasti akan diberikan dan ditambahkan serta diperoleh pada waktunya (Rm. 8:18-21).  Kemerdekaan dalam Kristus, yang oleh kematian-Nya telah membayar lunas dan memberi pembebasan pada umat-Nya dari perhambaan kuasa dosa (1 Kor. 6:20; 7:22). Kemerdekaan dari hukum, kemerdekaan dari dosa, dan dari kematian disampaikan kepada orang percaya, oleh Roh yang mempersatukan dengan Kristus melalui iman (Rm. 8:2; 2 Kor. 8:17). Kemerdekaan oleh Kristus membawa pengangkatan orang-orang percaya menjadi anak-anak Allah dan menerima Roh Kudus yang memberikan jaminan bahwa orang percaya adalah sungguh-sungguh anak Allah dan pewaris dalam kerajaan Allah (Gal. 4:6; Rm. 8:5).
Rasul Paulus tidak terpaku kepada peraturan dan hukum keagamaan yang berlaku, melainkan kepada kasih karunia keselamatan di dalam Kristus. Pengorbanan Kristus di kayu salib telah sempurna dan tidak perlu ada peraturan atau ritual apapun untuk membawa kepada kasih karunia Allah, melainkan kepada penerimaan akan Kristus dan menjadi milik Kristus, serta hidup di dalam Kristus, itulah yang membawa kepada keselamatan dan hidup dalam kasih karunia yaitu keselamatan kekal yang hanya di dalam Allah. Demikianlah, kehidupan orang percaya berada di bawah Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus dan pengandalan akan otoritas Kristus menunjukkan bahwa nyata sunat yang sejati adalah ketika hati telah mengalami pembaharuan yaitu jiwa manusia bangkit bersama Kristus dalam baptisan Roh Kudus, bukan bagian tubuhnya yang dipenggal, melainkan seluruh dirinya yang berdosa yang dihancurkan dan ia dipenuhi oleh suatu hidup yang baru dan kesucian Allah.

KESIMPULAN
Hasil kajian ini memproklamasikan bahwa: Pertama, sunat memperlihatkan betapa pentingnya hidup yang taat dan mau mendengar akan perintah Allah dengan benar. Kedua, sunat menyatakan akan kasih karunia Allah yang kekal. Oleh sebab itu sunat orang percaya adalah sunat yang dikerjakan oleh Allah dalam Kristus Yesus yang memampukan untuk menanggalkan manusia duniawi yaitu tubuh yang berdosa menjadi manusia yang lahir baru sehingga hidup dalam kehendak dan rencana Allah serta hidup dalam kasih karunia yang menyelamatkan. Ketiga, bagi orang percaya masa kini sunat lahiriah tidak relevan untuk dilakukan jika dipahami sebagai sarana keselamatan atau disamakan dengan kasih karunia keselamatan yang Allah berikan dalam Yesus Kristus. Sunat yang dimiliki oleh orang percaya adalah sunat Kristus yaitu sunat yang mengubah kehidupan menjadi merdeka dari belenggu dosa yang membinasakan. Keempat, sunat hati yang dikerjakan oleh Allah dalam Tuhan Yesus sangat relevan dan harus diterapkan serta dimiliki oleh orang percaya sepanjang zaman.

DAFTAR PUSTAKA 
   
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Hadiwijono, Harun. Iman Kristen. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,2009.

Hendry, Matthew. Tafsiran Injil Matius 1-14. Surabaya: Momentum, 2007.

Motyer, J. A. “Sunat”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.

Packer, J. I. “Taat, Menaati”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.

Soedarmo, R. Kamus Istilah Teologi. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2002.

Stott, John R.W. Kedaulatan dan Karya Kristus. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1991), 76.

 “Sunat dalam Pandangan Kristiani Galatia 5:1-12”. (April 2008), www. Blog Suara Injili. Com. diunduh 16 September 2013.





[1] Alumnus PS Teologi STT SAPPI, 2 dan 3 Dosen PS Teologi STT SAPPI Ciranjang, Cianjur, Indonesia, e-mail: sttsappi@gmail.com

4 J. A Motyer, “Sunat”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 426.
5 R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2002), 90.
6 “Sunat dalam Pandangan Kristiani Galatia 5:1-12” (April 2008), www. Blog Suara Injili. Com (diunduh 16 September 2013).
7 William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 211.
8 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,2009), 437.
9 W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2012), 424.
11 Matthew Hendry, Tafsiran Injil Matius 1-14 ( Surabaya: Momentum, 2007), 181.
12   John R.W. Stott, Kedaulatan dan Karya Kristus (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1991), 76.
13 J. I Packer, “ Taat, Menaati”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011), 433.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar